Selasa, 11 Desember 2012

Wayang, aksara jawa dan imunitas

 Saya sedang kalah, tapi tidak ada yang salah, tidak juga pekerjaan saya, musim hujan yang memang harus datang di akhir tahun, dan pesta tetangga dengan full musiknya di depan kamar yang sudah wajar di Republik ini.

Di temani Buku nya Om Sujiwo Tejo - "Lupa Indonesa" - saya melawan sistem imun saya yang melemah hampir 2 minggu, Lorong Rumah Sakit, cairan infus dan antibiotik, bahkan kami tidak lagi berdebat dengan harganya yang selangit, - ratusan ribu Rupiah untuk 10 cc antibiotik - demi membantu mendongkrak imun saya yang KO.

Saya tidak pernah tahu bahwa ternyata wayang amat sangat menarik + sekali,

Dan saya juga baru tahu, bahwa jauh lebih frustasi menghadapi diri saya yang tak bisa melakukan apa-apa, dibanding saya yang menjalani kehidupan saya selama ini.

Dan saya juga baru ingat huruf jawa kuno Ha Na Ca Ra Ka, dan segala ceceg, pancer dan teman-temannya, karena saya dulu pernah mengenalnya, seminggu sekali 1 jam pelajaran selama 3 tahun masa belajar saya di Sekolah Menengah Pertama. Saya mengingat dengan jelas Ibu guru Sumiyati - dari Jogja - yang setiap caturwulanya memberikan nilai Tujuh titik tanpa koma dalam raport saya, karena memaklumi saya yang belum pernah mengenal aksara jawa selama ini dan karena menghargai tekad saya yang tetap mampu bertahan di jam pelajaran bahasa jawa itu, bukan karena keahlian saya mendalami aksaranya. Saat itu saya jelas sangat berterimakasih kepada beliau, karena nilai saya yang lain tetap terjaga dengan cantik dan baik.




to be continued.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar