Minggu, 23 Desember 2012

Film : Kita versus Korupsi - dan Indonesia kita

Tadi malam saya iseng menonton TVRI, dan saya beruntung pas saat itu Film " Kita Versus Korupsi" - akhir bagian Kedua yang berjudul " Aku Padamu" - klo gak salah latarnya halte bus di luar negeri, dan -my favourite actor - Nicholas Saputra duduk berdialog dengan Revalina S Temat kemudian berciuman ringan dan beranjak pergi - sayang saya lupa dialognya.

Cerita ketiga dalam film ini dibintangi Tora Sudiro - adalah sebagai Staff Kepala Gudang Bulog - era Presiden Soekarno -yang menolak tawaran seorang Pedagang Cina yang memaksa menitipkan beras di gudangnya - Penimbunan beras saat di Masyarakat beras langka. Keluarganya begitu miskin, bahkan untuk berobat anaknya pun tidak ada uang, namun dia tetap bersikukuh memegang nuraninya, hingga akhirnya sang pedagang pulang, dan dia bersama istrinya menangis, memeluk anak nya yang sedang sakit.

Sayang banget nggak ngliat semuanya, kira-kira kapan ya TVRI muter lagi.... inspiring, dan ngena banget.... yakinlah ada amat sangat banyak sekali kejadian seperti ini di bumi kita Indonesia tercinta ini. Sedih sekali ini menjadi budaya yang mengakar di bumi pertiwi.

Setelah itu - liputan dari Medan tentang masyarakat tergusur dari Lokasi project Bandara udara   - Kuala Namu Medan, how pitiful they are. Mereka harus berhadapan dengan manusia pilihan yang harusnya menjadi wakil mereka - Komisi A - DPRD sebagai perpanjangan tangan Pemilik Modal.

Next - super hero from Makasar - Guru relawan di daerah kumuh di antara hotel-hotel mewah di  pantai Losari. Habibi sang pelopor - mengatakan hal yang snagat miris -  kesulitannya adalah banyaknya pungutan di dinas Pendidikan saat harus mengurus ijazah anak-anak didik mereka, namun oknum ini tidak mau menandatangani kwitansi, sehingga pembukuannya sulit, jika memang resmi maka seharusnya mereka mau menandatangani kwitansi. Memang tidak banyak dibandingkan dnegan kasus korupsi lain, tapi Rp. 500.000; (Lima Ratus ribu Rupiah) bagi kami ini dapat digunakan untuk membeli crayon yang banyak, untuk membeli buku yang banyak....... (nurani saya menangis - teringat Bapak saya yang pensiunan Guru terbaik bagi kami anak-anaknya - dan teringat  teman-teman adik bungsu saya yang selama beberapa bulan belajar bersama saya, saat itu saya sadar - sungguh bukan karena IQ kami rendah tapi karena hanya sedikit yang tulus mengajar dan mendidik- sehingga mereka jauh tertinggal dari buku wajib di kurikulum baru yang berganti setiap tahun, sungguh miris dunia pendidikan kita).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar